Kajian Tafsir Ilmiah Q.S. Aṭ-Ṭāriq Ayat 1-3

Menelusuri Makna ‘Bintang Cemerlang’ dalam Perspektif Kosmologi

Authors

  • Khairunissa UIN Antasari Banjarmasin
  • Liya Azizah
  • Zuraida Ramadhani
  • Norhidayah
  • Ahmad Mujahid

DOI:

https://doi.org/10.62109/ijiat.v6i2.159

Keywords:

an-Najm ats-Tsāqib, Qur'anic Cosmology, Scientific Tafsir

Abstract

Bintang merupakan salah satu objek langit yang menjadi perhatian dalam kosmologi modern maupun dalam teks-teks suci, termasuk Al-Qur’an. Salah satu penggambaran tentang bintang dalam Al-Qur’an terdapat pada Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3, yang menyebutkan istilah an-najm ats-tsāqib, yakni “bintang cemerlang”. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri makna an-najm ats-tsāqib melalui pendekatan tafsir ilmiah dan mengaitkannya dengan temuan kosmologi modern. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif berbasis studi kepustakaan. Data diperoleh dari sumber-sumber tafsir klasik dan literatur kosmologi kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para mufassir klasik memahami an-najm ats-tsāqib sebagai bintang yang bercahaya terang dan menembus kegelapan malam. Dalam perspektif ilmiah modern, istilah ini dikorelasikan dengan fenomena objek astronomi seperti bintang neutron atau pulsaryang memiliki karakteristik radiasi inten. Penelitian ini memperlihatkan adanya keserasian makna antara isyarat Al-Qur’an dan penemuan kosmologi modern, sekaligus menguatkan bahwa Al-Qur’an mengandung petunjuk ilmiah yang relevan sepanjang masa.

 

Abstract

Stars are one of the celestial objects that are of interest in modern cosmology and in sacred texts, including the Qur'an. One of the depictions of stars in the Qur'an is in Q.S. Aṭ-Ṭāriq verses 1-3, which mentions the term an-Najm ats-Tsāqib, namely "bright star". This study aims to explore the meaning of an-Najm ats-Tsāqib through a scientific interpretation approach and relate it to the findings of modern cosmology. The method used is qualitative research based on literature studies. Data were obtained from classical interpretation sources and contemporary cosmological literature. The results of the study show that classical interpreters understand an-Najm ats-Tsāqib as a star that shines brightly and penetrates the darkness of the night. In a modern scientific perspective, this term is correlated with the phenomenon of astronomical objects such as neutron stars or pulsars that have intense radiation characteristics. This research shows that there is harmony in meaning between the signs of the Qur'an and the discoveries of modern cosmology, while also confirming that the Qur'an contains scientific guidance that is relevant for all time.

References

Kajian Tafsir Ilmiah Q.S. Aṭ-Ṭāriq Ayat 1-3: Menelusuri Makna ‘Bintang Cemerlang’ dalam Perspektif Kosmologi

Khairunissa1, Liya Azizah2, Zuraida Ramadhani3, Norhidayah4, Ahmad Mujahid5

12345 Universitas Islam Negeri Antasari, Banjarmasin

220103020212@mhs.uin-antasari.ac.id , 220103020093@mhs.uin-antasari.ac.id , 220103020150@mhs.uin-antasari.ac.id , 220103020107@mhs.uin-antasari.ac.id ,

ahmadmujahid@uin-antasari.ac.id

Abstrak

Bintang merupakan salah satu objek langit yang menjadi perhatian dalam kosmologi modern maupun dalam teks-teks suci, termasuk Al-Qur’an. Salah satu penggambaran tentang bintang dalam Al-Qur’an terdapat pada Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3, yang menyebutkan istilah an-Najm ats-Tsāqib, yakni “bintang cemerlang”. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri makna an-Najm ats-Tsāqib melalui pendekatan tafsir ilmiah dan mengaitkannya dengan temuan kosmologi modern. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif berbasis studi kepustakaan. Data diperoleh dari sumber-sumber tafsir klasik dan literatur kosmologi kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para mufassir klasik memahami an-Najm ats-Tsāqib sebagai bintang yang bercahaya terang dan menembus kegelapan malam. Dalam perspektif ilmiah modern, istilah ini dikorelasikan dengan fenomena objek astronomi seperti bintang neutron atau pulsaryang memiliki karakteristik radiasi inten. Penelitian ini memperlihatkan adanya keserasian makna antara isyarat Al-Qur’an dan penemuan kosmologi modern, sekaligus menguatkan bahwa Al-Qur’an mengandung petunjuk ilmiah yang relevan sepanjang masa.

Kata kunci : Tafsir Ilmiah; Kosmologi Qur’ani; An-Najm Ats-tsāqib.

Abstract

Stars are one of the celestial objects that are of interest in modern cosmology and in sacred texts, including the Qur'an. One of the depictions of stars in the Qur'an is in Q.S. Aṭ-Ṭāriq verses 1-3, which mentions the term an-Najm ats-Tsāqib, namely "bright star". This study aims to explore the meaning of an-Najm ats-Tsāqib through a scientific interpretation approach and relate it to the findings of modern cosmology. The method used is qualitative research based on literature studies. Data were obtained from classical interpretation sources and contemporary cosmological literature. The results of the study show that classical interpreters understand an-Najm ats-Tsāqib as a star that shines brightly and penetrates the darkness of the night. In a modern scientific perspective, this term is correlated with the phenomenon of astronomical objects such as neutron stars or pulsars that have intense radiation characteristics. This research shows that there is harmony in meaning between the signs of the Qur'an and the discoveries of modern cosmology, while also confirming that the Qur'an contains scientific guidance that is relevant for all time.

Keywords: Scientific Tafsir; Qur'anic Cosmology; an-Najm ats-Tsāqib.

Pendahuluan

Sebuah bintang terbentuk ketika sebagian gas dan debu pada bagian dalam nebula terkumpul dan bersatu. Kekuatan gravitasi mempunyai peranan yang penting dalam proses ini, hal ini disebabkan permulaan pembentukan bintang berangkat dari ketidakstabilan gravitasi. Bintang tidak terbentuk dengan begitu saja, tetapi terbentuk dari kumpulan yang berasal dari suatu reruntuhan pada awan molekul yang besar, kemudian terurai menjadi konglomerasi individual.

Bintang merupakan benda langit yang terdiri atas gas yang menyala, seperti halnya matahari. Nebula yang merupakan gumpalan awan yang terdiri atas debu dan gas, mengalami pemadatan pada bagian tertentu. Bagian yang paling tebal dari nebula yang memadat itulah yang nantinya menjadi bintang. Karena pembentukan yang terjadi secara kelompok, maka terdapat banyak sekali jumlah bintang. Menurut ilmuwan, bintang yang ada dalam galaksi diperkirakan berjumlah lebih dari 6 miliar bahkan dapat mencapai 100 miliar, namun hanya sekitar 6.000 bintang yang bisa diamati secara kasat mata, 300 di antaranya berada di atas horizon dan separuh lagi di bawahnya.

Selain dari jumlahnya yang banyak, cahaya yang dihasilkan oleh bintang memiliki tingkat keterangan yang bermacam-macam. Para ilmuwan di bidang ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa dari benda panas yang bercahaya itu menghasilkan sinar yang dapat terlihat di samping yang tidak terlihat. Tingkatan cahaya atau sinar yang dimiliki oleh berbeda-beda, ada yang terangnya melebihi ratusan atau ribuan kali cahaya/sinar matahari, tetapi ada pula sebaliknya yang sedemikian redup ratusan atau ribuan kali dari sinar matahari.

Menariknya, fenomena bintang yang menunjukkan adanya pancaran sinar dengan tingkat intensitas yang berbeda terbahas secara rinci dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai pedoman kehidupan, namun juga mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang mendorong manusia untuk menggunakan akalnya dalam merenungkan ciptaan Allah di alam semesta, termasuk bintang. Hal ini dapat dilihat dari penyebutan bintang dalam Al-Qur’an dengan menggunakan berbagai terma seperti najm, buruj, kawkab, khunnas, dan ṭāriq. Terma-terma ini terulang beberapa kali dalam Al-Qur’an, yakni al-Najm yang terulang 13 kali, al-Kawkab sebanyak 5 kali, al-Khunnās sebanyak 1 kali, al-Ṭāriq sebanyak 2 kali, dan al-Burūj sebanyak 4 kali. Setiap terma ini pun memiliki makna yang berbeda-beda sesuai konteks bintang yang dimaksud. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia dalam segala aspek kehidupannya.

Secara umum, term al-Najm dipahami sebagai bintang yang memilki cahaya yang tampak bagi penghuni bumi. Terma ini juga diartikan sebagai bintang yang beredar pada tempatnya dan dapat digunakan untuk petunjuk arah. Kemudian, al-Kawkab memiliki pengertian yang lebih luas, yakni bukan hanya bintang, tetapi juga benda langit lain seperti planet-planet yang memantulkan cahaya. Adapun al-Burūj mengacu pada arti gugusan bintang, yakni letak bintang yang tampak di langit dalam bentuk yang beragam dan terbagi atas dua belas macam yang masing-masing disebut rasi. Istilah al-Khunnās menggambarkan bintang yang menghilang di siang hari dan kembali terlihat di malam hari. Sedangkan al-Ṭāriq, menggambarkan bintang yang datang di malam hari dan memiliki daya tembus terhadap kegelapan yang menunjukkan sebuah karakteristik menarik jika dibandingkan dengan fenomena bintang yang memiliki cahaya terang dalam kajian kosmologi.

Berbagai terma ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya menyebut bintang sebagai objek langit, tetapi juga memberi perhatian pada sifat, fungsi, dan fenomena unik dari masing-masing jenisnya. Di antara istilah tersebut, al-Ṭāriq dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3 memiliki kesan istimewa karena digambarkan sebagai al-najm al-tsāqib, yaitu bintang yang menembus atau cemerlang. Ungkapan ini mengisyaratkan adanya sinar tajam yang mampu menembus kegelapan malam, yang dalam kajian kosmologi modern dapat dikaitkan dengan fenomena bintang bermassa besar dan bercahaya kuat. Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap istilah ini sangat penting untuk ditelusuri dalam kajian tafsir ilmiah.

Dalam kajian tafsir, istilah bintang dalam Al-Qur’an telah ditafsirkan dalam berbagai perspektif, baik secara linguistik dengan berbagai terma yang digunakannya, teologis, maupun ilmiah. Istilah bintang yang disebut dengan terma al-Ṭāriq dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3, yang digambarkan sebagai bintang yang cahayanya menembus, membuka ruang bagi berbagai penafsiran dari sudut pandang mufasir klasik maupun kontemporer. Allah Swt. berfirman sebagaimana berikut.

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلطَّارِقُ ٢ ٱلنَّجۡمُ ٱلثَّاقِبُ ٣

Artinya: Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kamu, apakah yang datang pada malam hari itu? (yaitu) Bintang yang bersinar tajam. (Q.S. Aṭ-Ṭāriq/86: 1-3)

Mufasir klasik seperti Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-Ṭāriq adalah bintang yang muncul di malam hari dan tidak tampak di siang hari. Ia menafsirkan an-Najm ats-Tsāqib (bintang yang cahayanya menembus) sebagai bintang yang sinarnya terang dan menembus kegelapan malam. Ibnu Katsir menegaskan bahwa bintang-bintang ini merupakan ciptaan Allah yang menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya yang hanya bisa dilihat pada malam hari, tidak pada siang hari karena tertutup cahaya matahari. Sementara beberapa pandangan kontemporer mencoba menelusuri kemungkinan korelasinya dengan temuan dalam bidang kosmologi, seperti bintang neutron atau bahkan pulsar yang dikenal memiliki cahaya berkedip-kedip tajam.

Penelitian-penelitian terdahulu yang membahas terkait bintang cenderung menekankan penelitian terhadap term-term yang digunakan Al-Qur’an dalam menggambarkan bintang, seperti penelitian yang dilakukan oleh Wahid Nur Afif dengan judul Bintang dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik) yang memabahs term bintang, posisi bintang, dan makna bintang bagi kehidupan manusia. Penelitian lain yang membahas terkait term dan fungsi bintang juga dilakukan oleh Santi Marhamah, dkk. dengan judul Stars in The Perspective of The Al-Qur’an. Selain itu, ada pula penelitian bintang yang dikaitkan dengan tafsir ilmiah, yakni penelitian Deki Ridho Aggara, Oesman Oesqy Alfarabi, dan Muhammad Makhrus Ali Ridho dengan judul Gambaran Bintang dalam Al-Qur’an Menurut Tantawi Jauhari yang mengkaji term bintang dalam Al-Qur’an menurut perspektif Tantawi Jauhari. Namun, kajian-kajian tersebut tidak secara spesifik dan menyeluruh membahas kolerasi bintang yang disebut al-najm al-tsāqib dengan ilmu kosmologi.

Sebagaimana uraian-uraian yang dipaparkan di atas, tujuan dari studi ini ialah untuk menelusuri makna "bintang cemerlang" dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1-3 dengan pendekatan tafsir ilmiah, khususnya terkait dengan perspektif kosmologi modern. Dengan mengkaji korelasi antara istilah al-najm al-tsāqib dalam Al-Qur'an dan fenomena bintang bercahaya terang dalam kosmologi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru mengenai bagaimana Al-Qur’an menggambarkan fenomena alam yang akurat.

Metode Penelitian

Tulisan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan karakteristik penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk mendapatkan pemahaman secara mendalam terkait sikap atau persepsi hal yang diteliti, yaitu terkait makna bintang cemerlang dalam perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Sains. Sementara penelitian yang bersifat studi kepustakaan merupakan studi atas bahan-bahan tertulis dengan mengkaji rumusan masalah yang hendak diteliti. Data primer dalam penelitian ini dihasilkan dari observasi terhadap ayat Al-Qur’an dan tafsir ilmiah yang berkaitan dengan topik yang diteliti, sementara data sekunder mencakup informasi yang diperoleh dari literatur tambahan, seperti buku dan artikel ilmiah yang membahas terkait penafsiran para ulama terkait maksud dari Najm ats-Tsāqib dan sirkulasi kehidupan bintang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif. Teknik ini akan menguraikan bagaimana tafsir ilmiah dan ilmu sains memberikan makna dari bintang cemerlang yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an.

Hasil dan Pembahasan

Makna Ṭāriq dan An-Najm Tsāqib

Terdapat tiga term yang berkaitan dengan bintang dan sifatnya dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1-3, yakni Ṭāriq, an-Najm, serta sifatnya yang tsāqib. Kata Ṭāriq dalam ayat ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang datang pada malam hari. Ṭāriq berakar dari kata tharq yang makna literal nya ialah memukul dengan cukup keras untuk menimbulkan suatu atau menumbuk. Sebab itu maka jalan raya yang dilalui manusia dinamakan aṭ-Ṭāriq sebab jalan tersebut selalu diketuk oleh kaki manusia ataupun lainnya. Selanjutnya, kata tersebut berkembang menjadi aṭ-Ṭāriq yang menurut Raghib al Asfahani artinya adalah orang yang menyusuri jalan, namun kata tersebut sering digunakan untuk orang yang datang di waktu malam karena keheningan malam membuat suara ketukan kaki terdengar jelas, berbeda dengan pejalan di siang hari. Kemudian kata tersebut tidak hanya digunakan untuk manusia, tetapi juga digunakan untuk mengartikan bintang di waktu malam dikarenakan penampakkan bintang yang hanya ada di waktu malam.

Secara umum, mayoritas ulama memberikan pemahaman makna bintang dengan arti an-Najm, yaitu yang mempunyai cahaya dan yang dapat dilihat bagi penduduk bumi. Kata an-najm berasal dari bentuk isim yaitu najama-yanjumu, yang memiliki makna tala’a artinya terbit atau zahara artinya tampak. Dalam Tafsir al-Maraghi, disebutkan bahwa an-Najm merupakan bintang-bintang yang beredar pada tempat-tempat peredarannya, dan tidak melampaui falak-falaknya, yaitu bintang-bintang yang dengan itu kamu mendapat petunjuk di padang pasir dan padang belantara, baik di tempat tinggalmu maupun ketika kamu dalam perjalanan, juga di lautan. Asal makna kata an-najmu adalah bintang-bintang yang muncul dan bisa dilihat, bentuk pluralnya ialah nujūmun. Kata najama artinya muncul, kemudian kata tersebut terkadang dijadikan isim (nama terhadap sesuatu yang muncul, yaitu bintang) dan terkadang kata tersebut dapat digunakan sebagai mashdar.

Kata tsāqiba artinya menembus, selain itu ats-tsāqibu adalah sesuatu yang berkilau yang cahayanya menembus apa yang dia kenai. Dalam kamus Lisān al-‘Arab, kata tsāqba bermakna melubangi atau menembus. Kata dasar tsāqba berarti lubang yang tembus atau celah yang menembus dari satu sisi ke sisi lain. Menurut Al-Jauhari, ats-tsāqi adalah lubang yang tembus. Sementara dalam penggunaan lain ats-tsāqib menunjuk pada sesuatu yang menembus dengan cahaya atau kilauan yang kuat. Misalnya, kawkab tsāqib berarti bintang yang sangat terang atau bercahaya tajam.

Istilah makna “an-Najm ats-Tsāqib” yang terdapat dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 3 memiliki makna bintang yang bersinar terang dan bintang itu dapat menembus kegelapan. Secara bahasa, “an-Najm” berarti bintang, sedangkan kata “Tsāqib” berarti tajam atau menembus. Dalam sebuah kitab tafsir klasik, para mufassir seperti At-Thabari dan Al-Baghawi mengartikan “an-Najm ats-Tsāqib” itu sebagai bintang memiliki sinar yang dapat menembus suatu kegelapan pada malam hari.

Penafsiran Q.S. Aṭ-Ṭāriq/86: 1-3 Menurut Ulama Tafsir

Surah Aṭ-Ṭāriq diawali dengan ayat pertamanya yang menunjukkan sumpah atas dua unsur alam, yakni langit dan sesuatu yang datang pada malam hari. Kemudian pada ayat selanjutnya diulang dengan ungkapan pertanyaan, “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?” yang menunjukkan bahwa makna dari aṭ-Ṭāriq mengandung kedalaman makna tersendiri di balik pengetahuan dan pemikiran. Allah Swt. kemudian menjelaskan bahwa aṭ-Ṭāriq yang dimaksud dalam ayat ini disebut dengan istilah an-Najm ats-Tsāqib, yaitu bintang yang bersinar tajam atau menembus.

وَالسَّمَاۤءِ وَالطَّارِقِۙ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الطَّارِقُۙ النَّجْمُ الثَّاقِبُۙ

Artinya: Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (Itulah) bintang yang bersinar tajam. (Q.S. Aṭ-Ṭāriq/86: 1-3)

Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilâlil Qur’an memaparkan terkait jenis bintang yang dibatasi dalam ayat ini. Beliau menyebutkan bahwa tidak ada jalan untuk menentukan jenis bintang dalam nash ini dan tidak penting pula untuk menentukan batasannya. Bahkan beliau berpendapat bahwa penyebutan bintang secara umum tanpa spesifikasi jenisnya justru memperkuat kesan simbolisnya sebagai cahaya penembus rahasia malam. Sementara Ath-Thabari menafsirkan dengan bintang yang cahayanya menembus, yakni cahayanya bersinar dan memancar.

Hamka dalam tafsinya menekankan makna leksikal akar kata aṭ-Ṭāriq dengan makna mengetuk atau memukul yang keras. dan menggambarkannya seperti seseorang yang mengetuk pintu pada malam hari untuk menyampaikan pesan penting. Bintang tersebut dipahami sebagai sesuatu yang menembus kegelapan malam, bercahaya, dan bergerak cepat. Dalam tafsir ini, an-Najm ats-Tsāqib juga diartikan sebagai simbol dari malaikat Jibril yang membawa wahyu. Cahaya bintang menembus gelapnya malam sebagaimana Jibril menembus gelapnya hati manusia dengan wahyu. Ini memperkaya makna an-Najm ats-Tsāqib sebagai lambang dari petunjuk ilahi yang datang secara tiba-tiba, kuat, dan menembus kedalaman batin manusia. Begitu pula dengan Quraish Shihab dalam tafsirnya yang berpendapat bahwa maksudnya ialah bintang yang cahayanya bersumber dari dirinya sendiri yang menembus sesuatu. Bumi ditutupi oleh kegelapan malam, namun dari celah-celahnya terlihat bintang dengan cahayanya bagaikan menembus kegelapan tersebut. Selain itu, kata tsāqib memiliki makna majazi, yakni benda-benda yang mempunyai potensi membakar.

Penafsiran Q.S. Aṭ-Ṭāriq/86: 1-3 Menurut Tafsir Ilmi

Tafsir ilmi merupakan metode penafsiran Al-Qur’an yang menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan atau teori-teori sains dalam menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran. Corak penafsiran ini bertujuan untuk menggali makna-makna ilmiah serta pemikiran filosofis yang tersirat dalam Al-Qur’an. Tafsir ilmi mengandung penafsiran yang menyelaraskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dengan prinsip-prinsip ilmiah, sekaligus berusaha menyingkap berbagai ilmu pengetahuan ataupun pandangan filosofis yang terkandung di dalamnya. Allah Swt. berfirman dalam surah Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3 yang menggambarkan fenomena ilmiah sebagaimana berikut.

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلطَّارِقُ ٢ ٱلنَّجۡمُ ٱلثَّاقِبُ ٣

Artinya: Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah kamu, apakah yang datang pada malam hari itu? (yaitu) Bintang yang bersinar tajam. (Q.S. Aṭ-Ṭāriq/86: 1-3)

Al-Qur'an sering menyebut langit, matahari, hingga bulan sebagai bukti dari keagungan dan kebesaran Allah. Fenomena alam seperti pergerakan benda-benda langit menunjukkan keajaiban ciptaan-Nya. Dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib Surah Aṭ-Ṭāriq, kata aṭ-Ṭāriq secara bahasa berarti sesuatu yang datang pada malam hari. Dalam konteks ini, istilah tersebut merujuk pada bintang yang muncul di langit malam. Rasulullah pernah menggunakan istilah ini dalam hadisnya, contohnya dalam larangan datang ke rumah keluarga secara tiba-tiba di malam hari. Ayat berikutnya menyebut An-Najm Ats-Tsāqib, yang berarti bintang yang bersinar terang. Para ulama memiliki beberapa pendapat tentang maknanya; ada yang menafsirkannya sebagai bintang yang menembus kegelapan, ada pula yang mengartikannya sebagai meteor yang digunakan untuk melempar setan. Sebagian ulama mengaitkannya dengan bintang tertentu seperti Tsuroya (Pleiades) atau Zuhal (Saturnus). Sebuah kisah menarik juga dikaitkan dengan ayat ini, yaitu ketika Abu Thalib melihat bintang jatuh saat menjamu Rasulullah dengan roti dan susu. Rasulullah pun menjelaskan bahwa fenomena itu adalah tanda kebesaran Allah. Tafsir ini menunjukkan bagaimana Al-Qur’an tidak hanya memberikan pemahaman teologis saja, tetapi juga memperkaya wawasan linguistik dan budaya dalam memahami ayat-ayatnya.

Tantawi Jauhari dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim menjelaskan bahwa kata aṭ-Ṭāriq dalam bahasa Arab pada awalnya berarti siapa saja yang menempuh jalan, baik siang maupun malam. Namun, dalam penggunaan umum, istilah ini lebih sering merujuk kepada seseorang atau sesuatu yang datang di malam hari. Kemudian, kata ini juga digunakan untuk sesuatu yang tampak dan muncul pada malam hari, seperti bintang. Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan langit dan bintang yang tampak bersinar di malam hari. An-Najm ats-Tsāqib dijelaskan sebagai bintang yang bercahaya terang, seolah-olah menembus kegelapan dengan sinarnya. Para ulama juga menafsirkan bahwa cahaya bintang ini mampu menembus ke langit, dalam istilah modern sering dikaitkan dengan alam eter. Ilmuwan telah menemukan bahwa cahaya dapat menempuh jarak jutaan tahun sebelum mencapai bumi, menunjukkan luasnya langit yang tidak memiliki batas yang jelas. Bahkan, menurut beberapa ahli spiritual, ada cahaya bintang yang baru terlihat di bumi sekarang, padahal cahayanya telah melaju sejak sebelum bumi diciptakan. Hal ini menggambarkan kebesaran ciptaan Allah, di mana langit dan bintang memiliki keagungan yang tidak terhingga. Oleh karena itu, Allah bersumpah dengan langit yang maha luas dan bintang yang bersinar terang, untuk menunjukkan keagungan-Nya dan betapa luar biasanya ciptaan-Nya di alam semesta.

Selanjutnya, dalam Tafsir Ilmi yang disusun oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an disebutkan bahwa ath-Thâriq merujuk pada bintang yang memancarkan cahaya sangat terang dan kuat, hingga mampu menembus apapun yang ada di sekitarnya. Salah satu kemungkinan penafsiran terhadap aṭ-Ṭāriq yang dikaitkan dengan fenomena sains pada ayat ini ialah komet, yakni objek langit yang memiliki ekor yang bercahaya sangat terang. Komet bergerak dalam lintasan orbit yang berbentuk parabola atau elips mengelilingi matahari. Ketika berada dekat dengan matahari, intensitas cahaya yang diterima komet meningkat secara signifikan karena jaraknya yang dekat. Posisi yang seperti ini menjadikan ekornya terlihat sangat terang. Fenomena inilah yang mungkin dimaksud dengan kata tsāqib, yang cahaya yang menembus atau yang bersinar tajam. Berbeda dengan penafsiran Zaghlul El Najjar dalam tafsir ilminya, beliau berpendapat bahwa yang dimaksud sebagai an-Najm ats-Tsāqib sangat tepat dikatakan sebagai sumber-sumber radiasi radio tertentu di langit terdekat. Di antaranya yang terpenting adalah The Ultra-Compact Neutron Stars yang dikenal dengan nama Pulsating Stars atau Pulsars (bintang berdenyut atau berdetak), yakni bintang yang memiliki densitas dan gravitasi sangat tinggi, tetapi berbobot kecil.

Bintang Cemerlang dalam Perspektif Kosmologi

Bintang adalah salah satu entitas langit yang menarik untuk dikaji. Bintang merupakan benda langit yang terdiri atas gas yang menyala, sementara nebula diartikan sebagai gumpalan awan yang terdiri dari debu dan gas menjadi bahan awal pembentukannya. Bagian tebal dari nebula mengalami pemadatan, dan dari proses tersebut terbentuklah bintang. Bintang sendiri ialah kumpulan gas yang secara alami sifatnya menyala, membakar, dan menyinari dari dalam dirinya sendiri. Cahaya yang dimilikinya akan terus menyala selama jutaan tahun tanpa padam, akibat dari interaksi atom-atom di dalam bintang tersebut yang disebut proses peleburan inti atom. Menurut para ilmuwan, bintang tedekat selain matahari berjarak sekitar 4 tahun 3 bulan cahaya dari bumi. Hal ini berarti cahaya yang di pancarkannya membutuhkan waktu lebih dari 50 bulan untuk sampai ke bumi. Ketika sinarnya akhirnya terlihat oleh manusia, posisi bintang tersebut telah bergerak ke tempat lain yang sangat jauh.

Kosmologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari alam semesta sebagai suatu sistem yang rasional dan teratur. Kosmologi berasal dari dua suku kata Yunani, yakni “kosmos” yang berarti susunan yang baik dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Kosmologi juga berarti alam semesta yang berarti menunjukan alam semesta yang tersusun dengan baik dan teratur. Dalam kajian kosmologi, bintang digambarkan memiliki siklus kehidupan yang kompleks, dimulai dari pembentukan hingga kehancurannya. Bintang terbentuk dari asap kosmik (cosmic smoke) yang berasal dari peristiwa ledakan besar (Big Bang). Materi-materi dari nebula atau awan kosmik memadat karena gaya gravitasi dan mengalami proses pemadatan berulang (material accretion), hingga suhu di dalamnya meningkat dan mampu memancarkan sinar infra merah yang menjadi tanda terbentuknya proto star atau bintang primitif.

Kemudian, partikel-partikel dalam proto star terus mengerut ke arah pusat, memicu reaksi fusi nuklir antar inti hidrogen yang membentuk helium serta unsur berat lainnya. Proses pengerutan ini memerlukan waktu puluhan juta tahun. Ketika suhu inti proto star mencapai 10 juta Kelvin, reaksi fusi nuklir dimulai kemudian hidrogen terbakar menjadi helium. Energi dari reaksi ini menghasilkan tekanan internal yang menahan gaya gravitasi, sehingga proto bintang memasuki fase baru sebagai bintang deret utama. Reaksi ini menjadikan bintang bersinar terang dan memasuki fase main sequence, yakni tahap terpanjang dalam siklus kehidupan bintang yang menghabiskan sekitar 90% masa hidupnya hingga kehabisan bahan bakar fusi. Ketika bahan bakar di inti bintang habis, perubahan signifikan pun terjadi. Jika massanya setara atau lebih kecil dari Matahari, bintang tersebut akan membengkak menjadi Red Giant (raksasa merah), lalu melepaskan lapisan luarnya membentuk Planetary Nebula, dan akhirnya menyisakan inti padat berupa White Dwarf (katai putih). Sebaliknya, jika bintang bermassa jauh lebih besar, ia akan berkembang menjadi Super Giant, lalu meledak menjadi Supernova Tipe II, dan meninggalkan sisa berupa bintang neutron atau berupa lubang hitam (black hole), tergantung pada massa akhir yang tersisa.

Salah satu fenomena paling menarik dari akhir kehidupan bintang besar adalah pembentukan Pulsar, yaitu bintang neutron yang sangat padat dan berputar dengan kecepatan tinggi, memancarkan gelombang radio secara periodik. Detakan ini bisa mencapai hingga 30 kali per detik. Gelombang radio dari pulsar dapat direkam dengan akurat menggunakan teleskop radio modern, menjadi bukti kekuatan luar biasa dari bintang-bintang ini. Di sisi lain, dalam kehancuran totalnya, beberapa bintang mengalami transisi menjadi Quasar, yaitu objek langit sangat jauh, sangat terang, yang memancarkan radiasi elektromagnetik luar biasa kuat, terutama dalam bentuk gelombang radio. Quasar dianggap sebagai fase transisi dari lubang hitam yang sedang mengasimilasi materi menjadi debu kosmos (cosmic dust), dan merupakan salah satu sumber radiasi terkuat yang bisa diamati dari bumi. Menurut Dr. Zaghlul An-Najjar, fenomena langit berupa Pulsar merepresentasikan secara ilmiah makna an-Najm ats-Tsāqib (bintang yang menembus) sebagaimana disebutkan dalam Surah aṭ-Ṭāriq. Keduanya menunjukkan sifat 'menembus' dengan frekuensi dan intensitas tinggi, seolah-olah mengetuk lapisan langit dengan denyutan dan sinyal kosmiknya.

Selain itu, dalam buku Quran Saintifik Meneroka Kecemerlangan Al-Qur’an Daripada Teropong Sains disebutkan bahwa objek astronomi yang dikenal sebagai blazar dapat dikaitkan dengan istilah an-Najm ats-Tsāqib dalam Al-Qur’an, yang termasuk dalam jenis quasar. Blazar merupakan pancaran radiasi berenergi tinggi yang berasal dari black hole atau lubang hitam. Lubang hitam sendiri terbentuk dari proses keruntuhan gravitasi akibat ledakan bintang masif (supernova). Oleh karena itu, keberadaan blazar secara langsung berkaitan dengan siklus hidup bintang. Ciri khas blazar yang memancarkan sinar tajam dan menembus ruang angkasa sejalan dengan makna linguistik kata "ats-tsāqib", yang berarti menembus tajam, menembusi angkasa raya dengan cahaya yang tajam dan terang benderang.

Penelitian lebih lanjut tentang pulsar dilakukan oleh Jocelyn Bell Burnell di Universitas Cambridge pada tahun 1967 sebagaimana yang dilaporkan oleh Louise Walsh. Melalui penggunaan teleskop radio, ia menemukan sinyal radio teratur yang tidak diketahui asalnya pada awalnya. Penelitian selanjutnya mengungkap bahwa materi bintang yang runtuh dan berputar cepat menghasilkan medan magnet sangat kuat sampai satu triliun kali lebih kuat daripada bumi. Medan magnet ini menyebabkan terbentuknya berkas sinar berbentuk kerucut yang dipancarkan dari kutub-kutub bintang tersebut.

Bintang neutron yang berputar cepat ini kemudian dikenal sebagai pulsar. Pulsar berasal dari kata "to pulse" yang berarti berdenyut atau bergetar secara teratur. American Heritage Dictionary mendefinisikannya sebagai bintang yang berdenyut dan merupakan objek langit yang memancarkan ledakan periodik, pendek, dan intens dari radiasi radio, sinar X, atau radiasi elektromagnetik tampak yang secara umum diyakini sebagai bintang neutron yang berotasi cepat. Temuan ini menunjukkan kesamaan antara fenomena pulsar dengan istilah “aṭ-Ṭāriq” dalam Al-Qur'an yang akar katanya ṭarq dengan makna dasar mengetuk, menumbuk atau memukul dengan keras hingga menghasilkan bunyi. Apabila ditinjau dari kemungkinan maknanya lebih lanjut, kata tersebut dapat dipahami sebagai suatu yang berdenyut/berdetak, memukul keras, yang sejalan karakteristik pulsar, yakni bintang yang memancarkan cahaya secara berkala, seolah-olah berdenyut, dan memiliki intensitas pancaran cahaya yang tajam serta menembus.

Proses pembentukan bintang secara rinci melibatkan berbagai tahap yang diawali dari ketidakstabilan gravitasi di dalam nebula. Gelombang kejut dari ledakan supernova atau tabrakan antar galaksi dapat memicu awan molekul untuk mulai runtuh akibat gravitasinya sendiri. Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk secara individual, melainkan dalam kelompok, yang kemudian terpecah menjadi konglomerasi bintang-bintang individual. Banyak pengamatan modern menemukan bahwa bintang-bintang muda biasanya tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Akhir kehidupan bintang tergantung pada massanya. Ketika hidrogen habis, inti bintang menyusut dan lapisan luarnya mengembang menjadi bintang raksasa merah. Jika massanya lebih besar dari matahari, ia dapat menjadi superraksasa merah, lalu meledak dalam peristiwa supernova. Supernova adalah ledakan besar yang memancarkan energi dalam jumlah luar biasa besar bahkan dalam beberapa detik saja, energi yang dipancarkan bisa menyamai total energi yang dihasilkan oleh bintang dalam jutaan hingga miliaran tahun.

Supernova ini menandai akhir dari daur hidup bintang. Setelah ledakan tersebut, sisa bintang dapat membentuk bintang neutron, lubang hitam, atau dalam kasus tertentu, menghasilkan pulsar yang terus berdenyut dengan teratur, sebagaimana diisyaratkan dalam Surah Aṭ-Ṭāriq.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, ditemukan bahwa istilah an-Najm ats-Tsāqib yang terkandung dalam Q.S. Aṭ-Ṭāriq ayat 1–3 memiliki makna mendalam, baik secara bahasa, teologi atau spiritual, maupun kosmologi. Bintang cemerlang tersebut menggambarkan fenomena bintang bercahaya tajam yang menembus kegelapan, dengan kemungkinan korelasi ilmiah terhadap objek kosmik seperti pulsar atau bintang neutron yang memiliki karakteristik sejalan dengan makna bintang yang menembus. Kajian ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang fenomena alam secara simbolik, tetapi juga sejalan dengan temuan kosmologi modern, memperkuat bahwa wahyu ilahi mengandung petunjuk bagi penemuan ilmiah di masa mendatang.

Daftar Pustaka

Afif, Wahid Nur. “Bintang Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Tafsir Tematik).” Diploma, IAIN Ponorogo, 2019. https://etheses.iainponorogo.ac.id/8588/.

Afifah, Aisyah, dan Lilik Nurhidayah. “Tafsir ‘Ilmi Dalam Perspektif Ulama Klasik Dan Kontemporer.” Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 4, no. 1 (30 Juni 2023): 1–7. https://doi.org/10.62109/ijiat.v4i1.33.

Al Asfahani, Ar Raghib. Kamus Al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Ahmad Zaini Dahlan. Vol. jilid 2. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017.

———. Kamus Al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Ahmad Zaini Dahlan. Vol. jilid 1. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017.

Anggara, Deki Ridho Anggara Deki Ridho, Oesman Oesqy Alfarabi Oesman Oesqy Alfarabi, dan Muhammad Makhrus Ali Ridho. “Gambaran Bintang Dalam Al-Qur’an Menurut Tantawi Jawhari: (Studi Tafsir ’Ilmi).” Al-I’jaz: Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah Dan Keislaman 5, no. 2 (2023): 17–31. https://doi.org/10.53563/ai.v5i2.96.

Ath Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Diterjemahkan oleh Amir Hamzah. Vol. 26. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lajnah Pentashihah Mushaf Al-Qur’an. Tafsir Ilmi: Manfaat Benda-benda Langit dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2012.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Baidan, Nashruddin, dan Erwati Aziz. Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. 3 ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2022.

Bāqī, Muḥammad Fuʾād ʿAbd al-. al-Muʿjam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qurʾān al-Karīm. Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1945.

El Naggar, Zaghloul Ragheb Mohamed. Selekta dari Tafsir Al-Ayat Al-Kauniyah fi Al-Qur’an Al-Karim. Diterjemahkan oleh Masri El Mahsyar Bidin. Vol. jilid 3. Jakarta: Shorouk International Bookshop, 2010.

Fikram, Fikram, dan Ahmad Anis. “Bentuk Ilmiah Kemukjizatan Al-Qur’an.” Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 4, no. 1 (30 Juni 2023): 34–41. https://doi.org/10.62109/ijiat.v4i1.37.

Hamka, (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Tafsir Al-Azhar. juz 30. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.

Hasan, Muhammad. “BENDA ASTRONOMI DALAM AL-QURAN DARI PERSPEKTIF SAINS.” Jurnal Theologia 26, no. 1 (7 Maret 2016). https://doi.org/10.21580/teo.2015.26.1.409.

Helmy, Wan, Wan Shahriman, Ahmad Akedemi, Sharifah Norshah Syed Bidin, dan Kamarul Mat Teh. “Ayat-Ayat Astronomi dalam Al-Qur’an dan Pandangan Hamka Berdasarkan Tafsir ‘Ilmiy: Satu Tinjauan.” UiTM Kuala Terengganu: Fakulti Pengajian Kontemporari Islam, 2015.

Jawhari, Al-Sheikh Tantawi. Tafsir al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an. Vol. juz 25-26. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2016.

Katsir, Ibnu. Tafsir Ibnu Katsir. Diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar E.M., Abdurrahim Mu’thi, dan Abu Ihsan al-Atsari. Vol. 8. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004.

“Kehidupan_Bintang.pdf.” Diakses 26 April 2025. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/194902051978031-DJAKARIA_M_NUR/KEHIDUPAN_BINTANG.pdf.

Marhamah, Santi, Firly Hidayanti, Ida Yunengsih, Leli Nur Hapipah, Nadila Khoerunnisa, dan Agus Hidayat. “Stars In The Perspective of Al-Qur’an.” Journal of Ulumul Qur’an and Tafsir Studies 1, no. 2 (15 Oktober 2022): 70–77. https://doi.org/10.54801/juquts.v1i2.125.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 29. Ed. Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Mulyono, Agus, dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press, 2006.

Publishers, HarperCollins. “The American Heritage Dictionary entry: pulsar.” Diakses 26 April 2025. https://ahdictionary.com/word/search.html?q=pulsar.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Diterjemahkan oleh As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim Basyarahil. jilid 12. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Rasyid, Aulia. “Astronomi dan Kosmologi dalam Perspektif Al-Qur’an.” Vektor: Jurnal Pendidikan IPA 1, no. 1 (2020): 39–49. https://doi.org/10.35719/vektor.v1i1.3.

Razi, Fakhr al-Din al-. Tafsir al-Razi: Mafatih al-Ghaib. Vol. juz 13. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 2010.

Sada, Heru Juabdin. “Alam Semesta Dalam Persepektif Al-Qur’an Dan Hadits.” Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2 (29 Agustus 2017): 259–76. https://doi.org/10.24042/atjpi.v7i2.1507.

Shihab, M. Quraish. Dia Di Mana-mana: “Tangan” Tuhan di Balik Setiap Fenomena. Jakarta: Lentera Hati, 2015.

———. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. XV. Jakarta: Lentera Hati, 2012.

Walsh, Louise. “Journeys of Discovery: Jocelyn Bell Burnell and Pulsars,” 29 November 2020. https://www.cam.ac.uk/stories/journeysofdiscovery-pulsars.

“لسان العرب | ثقب | الباحث القرآني.” Diakses 27 April 2025. https://tafsir.app/lisan/%D8%AB%D9%82%D8%A8.

Downloads

Published

29-06-2025

How to Cite

Khairunissa, Liya Azizah, Zuraida Ramadhani, Norhidayah, & Ahmad Mujahid. (2025). Kajian Tafsir Ilmiah Q.S. Aṭ-Ṭāriq Ayat 1-3: Menelusuri Makna ‘Bintang Cemerlang’ dalam Perspektif Kosmologi . Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 6(1), 17–29. https://doi.org/10.62109/ijiat.v6i2.159